Upaya
Kembali Kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah
|
Mengakhiri Ramadhan
Berakhirnya Ramadhan menjadi saksi atas amal-amal kita. Selamat
bagi yang amalnya baik, yang amalnya itu akan menolongnya untuk masuk Surga
dan bebas dari Neraka. Dan celaka bagi orang yang buruk amalnya lantaran kelengahan
dan menyia-nyiakan waktu Ramadhan. Maka perpisahan dengan Ramadhan hendaknya
diakhiri dengan kebaikan, karena ketentuan amal itu pada pungkasannya. Barangsiapa
berbuat baik di bulan Ramadhan hendaklah menyempurnakan kebaikannya, dan barangsiapa
berbuat jahat hendaklah ia bertobat dan menjalankan kebaikan pada sisa-sisa
umurnya. Barangkali tidak akan menjumpai lagi hari-hari Ramadhan setelah tahun
ini. Maka hendaklah diakhiri dengan kebaikan dan senantiasa melanjutkan perbuatan
baik yang telah dilakukan di bulan Ramadhan pada bulan-bulan lain. Karena Rabb
yang memiliki bulan-bulan itu hanyalah satu, dan Dia mengawasimu dan menyaksikanmu.
Dan Dia memerintahkanmu untuk taat selama hidupmu.
Barangsiapa menyembah Ramadhan maka sesungguhnya bulan Ramadhan
ini telah akan habis dan lewat. Tetapi barangsiapa yang menyembah Allah maka
sesungguhnya Allah itu Maha Hidup, tidak mati. Maka teruskanlah beribadah padaNya
dalam segala waktu.
Sebagian orang beribadah di bulan Ramadhan secara khusus. Mereka
menjaga shalat-shalatnya di masjid-masjid, memperbanyak baca Al-Quran, dan menyedekahkan
hartanya. Lalu ketika Ramadhan usai, mereka bermalas-malasan, kadang-kadang
mereka meninggalkan shalat Jum'at dan tidak berjama'ah. Mereka itu telah merusak apa yang telah mereka bangun sendiri, dan menghancurkan apa yang mereka bina. Seakan-akan mereka menyangka, ketekunannya di bulan Ramadhan itu bisa menghapuskan dosa dan kesalahannya selama setahun. Juga mereka anggap bisa menghapus dosa meninggalkan kewajiban-kewajiban dan dosa melanggar hal-hal yang haram. Mereka tidak menyadari bahwa penghapusan dosa karena berbuat kebaikan di bulan Ramadhan dan lainnya itu hanyalah terhadap dosa-dosa kecil dan itupun terikat dengan menjauhkan diri dari dosa-dosa besar. Allah Ta'ala berfirman, artinya: "Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar diantara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil)." (An-Nisaa': 31). Nabi SAW bersabda, artinya: "Shalat lima waktu, Jum'at sampai dengan Jum'at berikutnya, dan Ramadhan sampai Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa yang terjadi diantara waktu-waktu tersebut, selama dosa-dosa besar ditinggalkan. "(HR. Muslim).
Dosa besar mana selain syirik (menyekutukan Allah Ta'ala) yang
lebih besar daripada meninggalkan shalat? Tetapi meninggalkan shalat itu sudah
menjadi kebiasaan yang lumrah bagi sebagian orang. Ketekunan mereka di bulan
Ramadhan tidak ada gunanya sama sekali bagi mereka jikalau mereka melanjutkannya
dengan kemaksiatan-kemaksiatan berupa meninggalkan kewajiban-kewajiban dan melanggar
larangan-larangan Allah Ta'ala.
Sebagian ulama ditanya tentang kaum yang tekun ibadah di bulan
Ramadhan, tetapi setelah usai, mereka meninggalkannya dan berbuat buruk. Maka
dijawab: Seburuk-buruk kaum adalah yang tidak mengenal Allah kecuali di bulan
Ramadhan. Ya, benar. Karena orang yang mengenal Allah tentunya ia akan takut
padaNya setiap waktu (bukan hanya di bulan Ramadhan).
Bila bukan karena kesadaran
Sebagian orang kadang berpuasa Ramadhan dan menampakkan kebaikan
serta meninggalkan maksiat, narnun itu semua bukan karena keimanan dan kesadaran.
Mereka mengerjakan itu hanyalah dalam rangka basa-basi dan ikut-ikutan. Karena
hal ini terhitung sebagai tradisi masyarakat. Perbuatan ini adalah kemunafikan
besar, karena orang-orang munafik memang pamer kepada manusia dengan menampak-nampakkan
ibadahnya.
Orang-orang munafik itu menganggap bulan Ramadhan ini sebagai
penjara, sementara yang ditunggu adalah usainya, untuk berkiprah dalam kemaksiatan
dan perbuatan-perbuatan haram, bergembira ria dengan usainya Ramadhan lantaran
bebasnya dan kungkungan.
Rasulullah SAW bersabda:
"Telah masuk pada kalian bulan kalian ini," kata Abu Hurairah dengan menirukan sumpah Rasulullah SAW, "tidak ada bulan yang melewati Muslimin yang lebih baik bagi mereka daripadanya, dan tidak ada bulan yang melewati orang-orang munafik yang lebih buruk bagi mereka daripadanya," kata Abu Hurairah dengan menirukan sumpah Rasulullah SAW., "Sesungguhnya Allah pasti akan menulis pahalanya dan sunat-sunnatnya sebelum (mukmin)memasukinya (bulan Ramadhan itu), dan akan menulis dosanya dan celakanya sebelum (munafik) memasukinya. Hal itu karena orang mukmin menyediakan makanan dan nafakah/belanja di bulan itu untuk ibadah kepada Allah, dan orang munafik bersiap-siap di bulan itu karena membuntuti kelalaian-kelalaian mukminin dan membuntuti aurat-aurat (rahasia-rahasia) mereka, maka dia (munafik) memperoleh jarahan yang diperoleh orang mukmin." (HR. Ahmad dan lbnu Khuzaimah dalam Shahihnya dan Abi Hurairah).
Kegembiraan mukminin beda dengan munafikin
Orang mukmin bergembira dengan selesainya Ramadhan karena telah
memanfaatkan bulan itu untuk ibadah dan taat, maka dia mengharap pahala dan
keutamaannya. Sedang orang munafik bergembira dengan selesainya bulan itu karena
akan berangkat untuk bermaksiat dan mengikuti syahwat yang selama Ramadhan itu
telah terkungkung.
Oleh karena itu orang mukmin melanjutkan kegiatan setelah bulan
Ramadhan dengan istighfar, takbir dan ibadah, namun orang munafik melanjutkannya
dengan maksiat-maksiat, hura-hura, pesta-pesta musik dan nyanyian karena girang
dengan berpisahnya Ramadhan dari mereka. Maka bertaqwalah kepada Allah wahai
hamba Allah, dan berpisahlah dengan Ramadhanmu dengan taubat dan istighfar.
Menutup Ramadhan
Wahai hamba Allah, termasuk hal yang disyari'atkan Allah dalam
menutup Ramadhan yang diberkahi itu adalah shalat led dan membayar zakat fitrah
sebagai rasa syukur kepada Allah Ta'ala atas telah ditunaikannya kewajiban puasa.
Sebagaimana Allah mensyari'atkan shalat iedul Adha sebagai tanda syukur kepada-Nya
atas penunaian kewajiban ibadah haji. Keduanya adalah Hari Raya Islam. Telah
diriwayatkan secara shahih dari Nabi SAW bahwa beliau ketika datang di Madinah
penduduknya mempunyai dua hari yang mereka itu bermain-main di hari itu, beliau
bersabda:
"Sungguh Allah telah mengganti untuk kalian dua hari tersebut dengan yang lebih baik daripada keduanya, (yaitu) hari (raya) kurban dan hari (raya) fitri."
Maka tidak boleh menambahi dua hari raya ini dengan mengadakan
hari-hari raya baru yang lain. Hari raya dalam Islam itu disebut ied (kembali)
karena dia itu kembali dan berulang-ulang lagi setiap tahun dengan kegembiraan
dan kesenangan, karena
karunia yang telah Allah mudahkan berupa pelaksanaan ibadah puasa dan haji, yang keduanya itu adalah termasuk rukun Islam.
Dan karena Allah SW mengembalikan pada dua hari raya itu atas
hambanya dengan kebaikan, dan membebaskan dari api Neraka. Sungguh Nabi SAW
telah memerintahkan khalayak urnum, sampai wanita-wanita sekalipun, agar keluar
untuk shalat ied. Kaum wanita disunnahkan menghadirinya tanpa pakai wewangian,
tidak berpakaian dengan pakaian bias dan pakaian yang menarik perhatian, dan
tidak bercampur aduk dengan lelaki. Sedang wanita yang sedang haidh agar keluar
untuk menghadiri da'wah (khutbah) dan menjauhi tempat shalat.
Keluar untuk shalat ied itu adalah menampakkan syiar Islam dan
menjadi suatu pertanda yang nyata, maka bersemangatlah untuk menghadirinya wahai
orang yang dirahmati Allah. Karena sesungguhnya ied itu termasuk kesempurnaan
hukum-hukum pada bulan yang diberkahi ini. Upayakanlah betul-betul untuk khusyu',
ghaddhul bashar (menjaga pandangan dan yang haram), dan tidak isbal(tidak memanjangkan
pakaian sampai bawah mata kaki bagi lelaki). Hendaklah menjaga lisan dan omong
kosong, porno, dan bohong. Juga jagalah pendengaran dan mendengarkan perkataan
yang tak karuan, nyanyian-nyanyian, musik, dan mendatangi pesta-pesta, hura-hura
dan permainan yang diadakan oleh sebagian orang bodoh. Karena seharusnya ketaatan
itu diikuti dengan ketaatan pula, bukan sebaliknya. Oleh karena itu Nabi mensyari'atkan
bagi ummatnya untuk menyambung puasa Ramadhan itu dengan puasa sunnat 6 hari
di bulan Syawwal.
Bahwasanya Nabi SAW bersabda:
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan dan diikuti dengan (puasa sunnah) enam hari dari Bulan Syawwal maka seakan-akan ia berpuasa setahun." (HR. Muslim). Hartono. |
Sabtu, 04 Mei 2013
Mengakhiri Ramadhan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar