Senin, 13 Mei 2013

Muhasabah Diri Menggapai Masa Depan



Di akhir tahun 2012 Masehi dan awal tahun 1434 Hijriyah, ada baiknya kita mengevaluasi apa yang telah kita lakukan dan persiapan untuk menggapai masa depan yang lebih baik, hal tersebut diisyaratkan oleh Allah Swt. Dalam firmannya surat al-Hasyr : (59 : 18)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, dan hendaklah setiap diri, mengevaluasi kembali apa yang telah dilakukan untuk menata hari esok. Dan bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan”.
Menurut tafsir Syekh Syihabuddin Mahmud bin Abdullah al-Husaini al-Alusi dalam kitabnya Ruhul Ma'ani : " setiap perbuatan manusia yang telah dilakukan pada masa  lalu, mencerminkan perbuatan dia untuk persiapan diakhirat kelak. Karena hidup didunia bagaikan satu hari dan keesokan harinya merupakan hari akherat, merugilah manusia yang tidak mengetahui tujuan utamanya".
Jika kita berfikir tujuan utama manusia hidup didunia ialah mempersiapkan bekal untuk kehidupan yang kekal yaitu akherat, lalu sudahkah perbuatan yang telah dilakukan kita merupakan manifestasi kecintaan kita kepada Allah Swt?.
Cermin yang paling baik adalah masa lalu, setiap individu memiliki masa lalu yang baik ataupun buruk, dan sebaik-baik manusia adalah selalu mengevaluasi dengan bermuhasabah diri dalam setiap perbuatan yang telah ia lakukan. Sebagaimana pesan Sahabat Nabi Amirul Mukminin Umar bin Khottob : "
حاسبوا أنفسكم قبل أن تحاسبوا "
" Evaluasilah (Hisablah) dirimu sebelum kalian dihisab dihadapan Allah kelak"
Pentingnya setiap individu menghisab dirinya sendiri untuk selalu mengintrospeksi tingkat nilai kemanfaatan dia sebagai seorang hamba Allah Swt. yang segala sesuatunya akan dimintai pertanggungjawabannya diakherat kelak. Dan sebaik-baik manusia adalah yang dapat mengambil hikmah dari apa yang telah ia lakukan, lalu menatap hari esok yang lebih baik. Sebagaimana Dalam sebuah ungkapan yang sangat terkenal Rasulullah Saw bersabda, yang artinya : “Barang siapa yang hari ini, tahun ini lebih baik dari hari dan tahun yang lalu, dialah orang yang sukses, tapi siapa yang hari dan tahun ini sama hari dan tahun kemarin maka dia orang yang tertipu, dan siapa yang hari dan tahun ini lebih buruk dairpada hari dan tahun kemarin maka dialah orang yang terlaknat”
Untuk itu, takwa harus senantiasa menjadi bekal dan perhiasan kita setiap tahun, ada baiknya kita melihat kembali jalan untuk menuju takwa. Para ulama menyatakan setidaknya ada lima jalan yang patut kita renungkan mengawali tahun ini dalam menggapai ketakwaan. Jalan-jalan itu adalah:

1.    Muhasabah

Yaitu evaluasi diri dan meningkatkan kualitas diri dengan selalu mengambil hikmah dari setiap sesuatu yang terjadi dalam diri kita.

2.    Mu’ahadah

Yaitu mengingat-ingat kembali janji yang pernah kita katakan. Setiap saat, setiap shalat kita seringkali bersumpah kepada Allah : إيّاك نعبد و إيّاك نستعين
Hanya kepada-Mu-lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolong. Kemudian kita berjanji ;  ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين  إن صلاتي “Sesungguhnya solatku, ibadahku, hidup dan matiku semata-mata karena Allah Rabb semesta alam”. Dengan demikian, ada baiknya kita kembali mengingat-ingat janji dan sumpah kita. Semakin sering kita mengingat janji, insya Allah kita akan senantiasa menapaki kehidupan ini dengan nilai-nilai ketakwaan. Inilah yang disebut dengan mua’ahadah.


3.    Mujahadah
Adalah bersungguh-sungguh kepada Allah Swt. Allah menegaskan dalam firmannya : والذين جاهدوا فينا لنهدينهم سبلنا
Orang-orang yang sungguh (mujahadah) dijalan Kami, Kami akan berikan hidayah kejalan kami.

Terkadang kita ibadah tidak dibarengi dengan kesungguhan, hanya menggugurkan kewajiban saja, takut jatuh kedalam dosa dan menapaki kehidupan beragama asal-asalan. Padahal bagi seorang muslim yang ingin menjadi orang-orang yang bertakwa, maka mujahadah atau penuh kesungguhan adalah bagian tak terpisahkan dalam menggapai ketakwaan disamping muhasabah dan mu’ahadah.

4.    Muraqabah


Adalah senantiasa merasa diawasi oleh Allah Swt. Inilah diantara pilar ketakwaan yang harus dimiliki setiap kali kita mengawali awal tahun dan menutup tahun yang lalu. Perasaan selalu merasa diawasi oleh Allah dalam bahasa hadisnya adalah Ihsan.
الإحسان هو أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك"
artinya :“Ihsan adalah engkau senantiasa beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, kalau pun engkau belum bisa melihat-Nya, ketahuilah sesungguhnya Allah melihat kepadamu”.
Muraqabah atau ihsan adalah diantara jalan ketakwaan yang harus kita persiapkan dalam menyongsong dan mengisi lembaran tahun baru.

Dulu dimasa sahabat, sikap muraqabah tertanam dengan baik dihati setiap kaum muslimin. Kita bisa ambil sebuah contoh kisah. Suatu ketika Amirul Mukminin Umar bin Khattab bertemu dengan seorang anak gembala yang sedang menggembalakan kambing-kambingnya. Umar berkata kepada anak tersebut: Wahai anak gembala, juallah kepada saya seekor kambingmu! Si anak gembala menjawab : Kambing-kambing ini ada pemliknya, saya hanya sekedar menggembalakannya saja. Umar lalu berkata : Sudahlah, katakan saja kepada tuanmu, mati dimakan serigala kalau hilang satu tidak akan ketahuan. Dengan tegas si anak itu menjawab : Jika demikian, dimanakah Allah itu? Umar demi mendengar jawaban si anak gembala ia pun menangis dan kemudian memerdekakannya.
Lihatlah, seorang anak gembala yang tidak berpendidikan dan hidup didalam kelas sosial yang rendah tetapi memiliki sifat yang sangat mulia yaitu sifat merasa selalu diawasi oleh Allah dalam segala hal. Itulah yang disebut dengan muraqabah. Muraqabah adalah hal yang sangat penting ketika kita ingin menjadikan takwa sebagai bekal hidup kita ditahun ini dan tahun yang akan datang. Jika sikap ini dimiliki oleh setiap muslim, insya Allah kita tidak akan terjerumus pada perbuatan maksiat. Imam Ghazali mengatakan : ‘Aku yakin dan percaya bahwa Allah selalu melihatku maka aku malu berbuat maksiat kepada-Nya”.
5.    Mu’aqobah
Artinya, mencoba memberi sanksi kepada diri manakala diri melakukan sebuah kekhilafan, memberikan teguran dan sanksi kepada diri kalau diri melakukan kesalahan. Ini penting dilakukan agar kita senantiasa meningkatkan amal ibadah kita. Manakala kita terlewat shalat subuh berjamaah maka hukumlah diri dengan infak disiang hari, misalnya. Manakala diri terlewat membaca al-Qur’an ‘iqoblah diri dengan memberi bantuan kepada simiskin. Kalau diri melewatkan sebuah amal shaleh maka hukumlah diri kita sendiri dengan melakukan amal shaleh yang lain. Inilah yang disebut mu’aqabah. Jika sikap ini selalu kita budayakan, insya Allah kita akan selalu mampu meningkatkan kualitas ibadah dan diri kita.
    Mengawali tahun 2009 Masehi dan tahun 1429 Hijriyah ini, mari takwa harus kita jadikan hiasan diri, bekal diri, dengan menempuh lima cara tadi. Yaitu muhasabah, muahadah, mujahadah, muraqabah dan mu’aqabah. Evaluasi diri, mengingat-ingat janji diri, punya kesungguhan diri, selalu merasa diawasi Allah dan memberikan hukuman terhadap diri kita sendiri. Jika lima hal ini kita jadikan bekal Insya Allah menapaki hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun kita akan selalu menapakinya dengan indah dan selalu meningkat kualitas diri kita, insya Allah.

Perbandingan Kenikmatan Surga dan Kenikmatan Dunia


Perbandingan Kenikmatan Surga dan Kenikmatan Dunia
Quantcast


Surga memiliki banyak kenikmatan. Kenikmatan-kenikmatan tersebut tidak bisa dibandingkan dengan kenikmatan yang ada di dunia. Berikut ini adalah perbedaan kenikmatan dunia dengan kenikmatan di surga beserta dalil-dalilnya:
1. Apa yang ada di dunia hanya sedikit, sangat berbeda jauh dengan apa yang ada di surga.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
{ قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَى }
(1)                Artinya: “Katakanlah: ‘Kesenangan di dunia ini hanya sedikit dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa.’!” (QS An-Nisa’ : 77)
Allah subhanahu wa ta’ala mengabarkan bahwa kesenangan dunia ini hanya sedikit saja. Buat apa kita mengejar yang sedikit ini dan melalaikan yang lebih baik nanti.
Disebutkan pula di dalam hadits berikut:
عن مُسْتَوْرِد يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-: (( وَاللَّهِ مَا الدُّنْيَا فِى الآخِرَةِ إِلاَّ مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ – وَأَشَارَ يَحْيَى بِالسَّبَّابَةِ – فِى الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ يَرْجِعُ )).
(2)                Diriwayatkan dari Mustaurid radhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah! Perbandingan dunia dengan akhirat adalah seperti seseorang dari kalian yang memasukkah satu jarinya ke laut, hendaknya dia melihat, seperti apa jari itu kembali.”[1] (Berapa banyak air yang berada di jarinya bila dibanding dengan air laut-pen)

Tidak terbayangkan bukan perbandingan tetesan air yang sedikit di satu jari kita dengan lautan yang sangat luas. Begitulah kenikmatan surga kita tidak bisa membandingkannya dengan kenikmatan dunia
2. Kenikmatan di surga tidak bisa dibandingkan dengan kenikmatan dunia
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan di dalam hadits-nya:
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- : (( مَوْضِعُ سَوْطٍ فِي الْجَنَّةِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا )).
(3)                Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’d As-Sa’idi bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Satu tempat di surga yang sebesar cambuk lebih baik dari dunia dan seisinya.”[2]
Tidak bisa dibayangkan bukan berapa besar dan nikmatnya surga.
Di dalam hadits yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan:
عن أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- لَرَوْحَةٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ غَدْوَةٌ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا …وَلَوْ أَنَّ امْرَأَةً مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ اطَّلَعَتْ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ لَأَضَاءَتْ مَا بَيْنَهُمَا وَلَمَلَأَتْهُ رِيحًا وَلَنَصِيفُهَا عَلَى رَأْسِهَا خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
(4)                Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (beliau bersabda), “Pergi berjihad di jalan Allah lebih baik dari dunia dan seisinya. Seandainya ada seorang wanita penghuni surga mengintip penduduk bumi, niscaya akan menerangi antara keduanya dan akan terpenuhi dengan anginnya (yang harum). Kerudung yang ada di kepalanya lebih baik dari dunia dan seisinya.”[3]
Adakah wanita dunia yang seperti itu? Subhanahu wa ta’ala, sungguh lalai orang yang tidak mengharapkannya.
3. Surga tidak memiliki hal-hal yang jelek sebagaimana di dunia
Surga tidak memiliki hal-hal yang jelek. Ketika penduduk bumi makan atau minum, maka pasti akan mengeluarkan kotoran, air seni dan bau yang tidak sedap. Wanita di dunia mengalami haid dan juga melahirkan. Haid tersebut adalah kotoran yang dibuang oleh wanita, sedangkan di surga tidak akan didapatkan hal-hal seperti itu.
{ قَالُوا هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ }
(5)                Artinya: “Mereka mengatakan, ‘Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.’ Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci dan mereka kekal di dalamnya” (QS Al-Baqarah : 25)
Penduduk-penduduk surga tidak membuang kotoran-kotoran, mereka selalu bersih dan tidak pernah berbau tidak sedap. Begitu pula dengan khamr di surga, dia tidak memabukkan dan enak rasanya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
{ بَيْضَاءَ لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ (46) لَا فِيهَا غَوْلٌ وَلَا هُمْ عَنْهَا يُنْزَفُونَ (47) }
(6)                Artinya: “(46)  (Warnanya) putih bersih, sedap rasanya bagi orang-orang yang minum. (47) Tidak ada dalam khamar itu sesuatu yang membuat pusing dan mereka tiada mabuk karenanya.” (QS Ash-Shaffat : 46-47)
Surga memiliki sungai-sungai yang airnya tidak berubah rasanya, sungai-sungai yang mengalirkan air susu yang tidak akan basi, sungai-sungai yang mengalirkan khamr yang sangat lezat dan sungai-sungai yang mengalirkan madu murni. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
{مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ فِيهَا أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ غَيْرِ آَسِنٍ وَأَنْهَارٌ مِنْ لَبَنٍ لَمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ وَأَنْهَارٌ مِنْ خَمْرٍ لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ وَأَنْهَارٌ مِنْ عَسَلٍ مُصَفًّى وَلَهُمْ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَمَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ كَمَنْ هُوَ خَالِدٌ فِي النَّارِ وَسُقُوا مَاءً حَمِيمًا فَقَطَّعَ أَمْعَاءَهُمْ}
(7)                Artinya: “(Apakah) perumpamaan (penghuni) surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada beubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring, dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rab mereka, sama dengan orang yang kekal dalam Jahannam dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong ususnya?” (QS Muhammad : 15)
Penduduk surga memiliki hati yang suci dan bersih. Mereka tidak berbicara kecuali yang baik-baik saja. Mereka tidak mengerjakan perbuatan jelek sedikitpun.
{ لَا لَغْوٌ فِيهَا وَلَا تَأْثِيمٌ }
(8)                Artinya:  “Tidak ada kata-kata yang tidak berfaidah dan tiada pula perbuatan dosa.” (QS Ath-Thur: 23)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman:
{ لَا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلَا تَأْثِيمًا (25) إِلَّا قِيلًا سَلَامًا سَلَامًا (26) }
(9)                Artinya: “(25) Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa. (26)  Akan tetapi mereka mendengar ucapan salam.” (QS Al-Waqi’ah : 25-26)
Begitulah penduduk surga, jika mereka akan memasuki surga, maka mereka ditahan dulu sebelum memasukinya di sebuah jembatan antara surga dan neraka. Mereka akan dibersihkan dari segala bentuk dosa dan rasa dendam, sehingga tidaklah mereka masuk ke dalam surga kecuali hati mereka benar-benar bersih.  Mereka tidak akan menemukan lagi apa yang dinamakan kebencian, kedengkian, kemarahan dan sebagainya sebagaimana mereka dapatkan di dunia. Hati mereka hati yang satu yang selalu bertasbih kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana hadits berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: ((…لاَ اخْتِلاَفَ بَيْنَهُمْ ، وَلاَ تَبَاغُضَ قُلُوبُهُمْ قَلْبٌ وَاحِدٌ يُسَبِّحُونَ اللَّهَ بُكْرَةً وَعَشِيًّا.))
(10)            Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada perbedaan pendapat di antara mereka. Hati-hati mereka tidak saling membenci. Hati-hati mereka adalah hati yang satu. Mereka bertasbih kepada Allah di setiap pagi dan petang.” [4]
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
{ وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ إِخْوَانًا عَلَى سُرُرٍ مُتَقَابِلِينَ }
(11)            Artinya: “Dan kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (QS Al-Hijr : 47)
Mari kita bandingkan antara surga dan dunia, surga tidak memiliki hal-hal yang jelek, sementara di dunia kita harus menghadapi berbagai hal yang jelek. Mudah-mudahan kita diberi kesabaran oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk menghadapi semua ujian di dunia ini. Amin.
4. Kenikmatan dunia akan sirna sedangkan kenikmatan  surga akan terus kekal dan abadi
Allah subhanahu wa ta’ala telah mentakdirkan surga untuk menjadi sesuatu yang akan kekal abadi. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
{ مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ }
(12)            Artinya: “Apa yang di sisi kalian akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal.” (QS An-Nahl : 96)
Adapun perkataan sebagian orang yang menyatakan bahwa akhirat, surga dan neraka tidak kekal, maka itu adalah perkataan yang batil. Ayat yang penulis sebutkan menjadi dalil yang sangat jelas akan kebatilan mereka. Walaupun banyak sekali dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menunjukkan hal yang serupa.

aPAKAH SURGA BERTINGKAT-TINGKAT?

Surga bertingkat-tingkat. Penduduk surga akan menempati tingkatan-tingkatan yang sesuai dengan mereka. Sebagaimana mereka berbeda-beda ketika di dunia dalam beramal, maka di surga pun mereka berbeda-beda tingkatannya. Dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ- قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-:  (( مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَصَامَ رَمَضَانَ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ, جَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ جَلَسَ فِي أَرْضِهِ الَّتِي وُلِدَ فِيهَا)),
فَقَالُوا: ( يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نُبَشِّرُ النَّاسَ؟ ) قَالَ: (( إِنَّ فِي الْجَنَّةِ مِائَةَ دَرَجَةٍ, أَعَدَّهَا اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ, مَا بَيْنَ الدَّرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ, فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ, فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ وَأَعْلَى الْجَنَّةِ أُرَاهُ فَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْهَارُ الْجَنَّةِ ))
(13)            Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya mendirikan shalat dan berpuasa di bulan Ramadhan, maka Allah mewajibkan dirinya untuk memasukkan dia ke dalam surga, baik dia berjihad di jalan Allah atau hanya berdiam diri di tempat di mana dia dilahirkan.” Mereka (para sahabat) berkata, “Ya Rasulullah! Apakah kami boleh memberitahukan kabar gembira ini kepada manusia?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di surga ada seratus tingkatan. Allah menyediakannya untuk para mujahid di jalan Allah. Jarak antara dua tingkat adalah seperti jarak antara langit dan bumi. Apabila kalian meminta kepada Allah, maka mintalah surga Firdaus. Sesungguhnya dia berada di tengah-tengah surga dan (letaknya) paling tinggi di surga. Saya diperlihatkan bahwa ‘arsy-nya Allah berada di atasnya. Dari ‘arsy itu terpancar sungai-sungai surga.”[5]
Hadits di atas adalah dalil yang jelas bahwa surga itu bertingkat-tingkat dan kita dianjurkan untuk meminta surga yang paling tinggi, surga firdaus, kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Dalil yang lainnya:
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ أُمَّ حَارِثَةَ أَتَتْ رَسُولَ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- وَقَدْ هَلَكَ حَارِثَةُ يَوْمَ بَدْرٍ أَصَابَهُ غَرْبُ سَهْمٍ فَقَالَتْ: ( يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ عَلِمْتَ مَوْقِعَ حَارِثَةَ مِنْ قَلْبِي فَإِنْ كَانَ فِي الْجَنَّةِ لَمْ أَبْكِ عَلَيْهِ وَإِلَّا سَوْفَ تَرَى مَا أَصْنَعُ, فَقَالَ لَهَا: (( هَبِلْتِ أَجَنَّةٌ وَاحِدَةٌ هِيَ إِنَّهَا جِنَانٌ كَثِيرَةٌ وَإِنَّهُ فِي الْفِرْدَوْسِ الْأَعْلَى
(14)            Artinya: Diriwayatkan dari Anas radhiallahu ‘anhu bahwasanya Ummu Haritsah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam –Pada saat itu suaminya telah wafat di peperangan Badar karena terkena tusukan panah– Dia berkata, “Ya Rasulullah! Engkau telah mengetahui kedudukan Haritsah di dalam hatiku. Jika dia berada di surga, maka tidak akan menangis. Akan tetapi, jika tidak demikian, maka engkau akan melihat apa yang akan saya perbuat.” Beliau pun berkata kepadanya, “Engkau sedih? Apakah surga itu hanya satu saja? Sesungguhnya surga sangat banyak. Dan dia berada di surga Firdaus yang paling tinggi.”[6]
Dalil yang lain:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ- عَنْ النَّبِيِّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- قَالَ: (( إِنَّ أَهْلَ الْجَنَّةِ يَتَرَاءَوْنَ أَهْلَ الْغُرَفِ مِنْ فَوْقِهِمْ كَمَا يَتَرَاءَوْنَ الْكَوْكَبَ الدُّرِّيَّ الْغَابِرَ فِي الْأُفُقِ مِنْ الْمَشْرِقِ أَوْ الْمَغْرِبِ لِتَفَاضُلِ مَا بَيْنَهُمْ ))
(15)            Artinya: Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri radhiallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya penduduk surga akan melihat penghuni-penghuni ruangan (yang mulia) di atas mereka, sebagaimana mereka melihat bintang kejora yang terang di ufuk timur atau barat, dikarenakan perbedaan keutamaan di antara mereka.”[7]
Mudah-mudahan kita bisa menempati ruangan-ruangan mulia yang tinggi itu. Amin.
(Dikutip dari buku ‘Bersama Sang Kekasih di Surga’. Penerbit Darussunnah. Karya penulis)

[1] HR Muslim no. 7376.
[2] HR Al-Bukhari no. 3250
[3] HR Al-Bukhari no. 2796
[4] HR Al-Bukhari no. 3245 dan Muslim no. 7330
[5] HR Al-Bukhari no. 2790
[6] HR Al-Bukhari no. 6567
[7] HR Al-Bukhari no. 3256 dan Muslim no. 7322

Sabtu, 04 Mei 2013

Jawaban Tuntas Atas Ide Penyatuan Agama-Agama

Jawaban Tuntas Atas Ide Penyatuan Agama-Agama
(Islam-Yahudi-Kristen)

(Bagian I)
        Segala puji bagi Allah Rab semesta alam, shalawat serta salam  semoga tetap tercurah kepada Nabi yang tidak ada Nabi setelahnya, beserta para keluarga, sahabat, dan orang-orang yang selalu setia sampai akhir zaman.
       Lembaga  Fatwa dan Penelitian  Ilmiah Saudi Arabia pernah dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan  dan hal-hal yang dipublikasikan oleh media masa berupa pendapat-pendapat dan uraian tentang ajakan kepada penyatuan agama-agama; yaitu agama Islam, agama Yahudi dan agama Kristen, yang ajakan tersebut kemudian dilanjutkan kepada  pembangunan Masjid, Gereja dan Sinagog secara bersama di satu tempat seperti: di lingkungan universitas, stasiun-stasiun dan peristirahatan umum. Demikian pula dilakukan pencetakan Al-Qur’an, Taurat dan Injil dalam satu sampul dan bentuk-bentuk lainnya, termasuk muktamar-muktamar, sarasehan serta pendirian lembaga-lembaga baik di Barat maupun di Timur untuk merealisasikan impian tersebut.
Setelah meneliti dan mengkaji dengan cermat pertanyaan-pertanyaan di atas maka dengan ini Lembaga Fatwa dan Penelitian  Ilmiah Saudi Arabia menetapkan jawaban sebagai berikut:
1.  Bahwa di antara prinsip aqidah (keyakinan dalam Islam) yang merupakan suatu kemestian  dalam agama dan dikuatkan lagi dengan kesepakatan kaum muslimin atasnya, adalah bahwa tidak ada agama manapun di atas permukaan bumi ini yang benar selain Islam. Ia adalah penutup agama-agama samawiyah beserta syariatnya, penghapus seluruh agama, keyakinan dan syariat-syariat sebelumnya.  Maka dari itu, tidak ada lagi suatu tuntunan untuk menghambakan diri kepada Allahl selain Islam.  Allah l berfirman:

]وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ اْلإِسْلاَمِ دِيْنًا فَلَنْ يُقْبَلُ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلآخِرَةِ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ[

"Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (QS. 3:85)
Setelah diutusnya Muhammad n, sebagai Rasul, maka Islam  menjadi agama yang sempurna dan menyeluruh yang dibawa oleh Rasulullah n, dan bukan datang dari ajaran agama-agama lainnya.
2.  Diantara prinsip aqidah (keyakinan dalam Islam) adalah bahwa Kitab Allah yaitu Al-Qur’an Al Karim adalah kitab yang paling akhir turun, ia penghapus bagi kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya seperti Taurat, Zabur, Injil dan lainnya. Ia juga menjadi barometer atau ukuran atas kebenarannya. Maka dari itu tidak ada lagi kitab sebagai pedoman dalam beribadah kepada Allah selain Al-Qur’an Al-Karim. Allahl berfirman:

]وَأنزَلْنآ إِلَيْكَ الِكتَابَ بِاْلحَقِّ مُصَدِّقاً لِمَا بَيْنَ يَدَيهِ مِنَ اْلكِتَابِ وَمُهَيمِنًا عَلَيْهِ  فََاَحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَآ أَنْزَلَ اللهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَآءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ اْلحَقِّ [

“Dan kami telah turunkan padamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian  terhadap kitab yang lain  itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (QS. 5:48)
3. Merupakan konsekwensi  iman bahwa Taurat dan Injil telah diganti  dengan Al-Qur’an  Al-Karim, dan pada keduanya telah terjadi penyelewengan, pemutarbalikan dengan penambahan dan  pengurangan sebagaimana telah dijelaskan dalam beberapa ayat Al-Qur’an, diantaranya firman Allahl:

]فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيْثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوْبَهُمْ قاَسِيَةً يُحَرِّفُوْنَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ وَنَسُوا حَظًّا مِمَّا ذُكِّرُوا بِهِ وَلاَ تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلَى خَائِنَةٍ مِنْهُمْ إِلاَّ قَلِيْلاً مِنْهُمْ[

“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat pengkhianatan dari mereka kecuali sedikit di antara mereka (yang tidak berkhianat).” (QS.5:13)
Dan firman-Nya:

]فَوَيْلٌ لِّلَّذِيْنَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُوْلُوْنَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيْلاً فَوَيْلٌ لَّهُمْ مِمَّاكَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَّهُمْ مِمَّا يَكْسِبُونَ[

“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya:”Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka , akibat dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. 2:79)
Dan firman-Nya:

]وَ إِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيْقاً يَلْوُونَ أَََلْسِنَتَهُمْ بِالْكِتاَبِ لِتَحْسَبُوهُ مِنَ الْكِتاَبِ وَماَ هُوَ مِنَ الْكِتاَبِ وَيَقُلُونَ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللهِ وَماَ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللهِ وَيَقُولُونَ عَلىَ اللهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ[

“Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan:”Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah”, padahal ia bukan dari sisi Allah, mereka berkata dusta terhadap Allah, sedang mereka mengetahui”. (QS. 3:78)
 
Oleh sebab itu kebenaran yang terdapat dalam kitab-kitab tersebut pada hakekatnya telah terhapus dengan datangnya syariat Islam, sedangkan selain itu adalah termasuk sesuatu yang diselewengkan atau diganti.  Pernah suatu saat  Rasulullah y marah tatkala beliau melihat Umar Ibnu Al Khattab a memegang lembaran kitab Taurat, seraya berkata:

أَفِي شك أنت يا ابن الخطاب؟! ألم آت بها بيضاء نقية؟ لو كان أخي موسى حيّا ماوسعه إلا اتباعي

“Apakah kamu masih ragu wahai Ibnu Al Khattab?  Tidakkah saya ini datang dengan syariat yang putih lagi bersih? Seandainya saudaraku Musa masih hidup, maka ia tidak bisa  leluasa kecuali mengikutiku.” (HR. Ahmad, Addarimi)
 
 
(bersambung edisi berikutnya) 

Jawaban Tuntas Atas Ide Penyatuan Agama-Agama
(Islam-Yahudi-Kristen)

(Bagian III/ terakhir)  
Segala puji bagi Allah Rab semesta alam, shalawat serta salam  semoga tetap tercurah kepada Rasulullah y, beserta para keluarga, sahabat, dan orang-orang yang tetap setia sampai akhir zaman.
      Lembaga  Fatwa dan Penelitian  Ilmiah Saudi Arabia pernah dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan  dan hal-hal yang dipublikasikan oleh media masa berupa pendapat-pendapat dan uraian tentang ajakan kepada penyatuan agama-agama; yaitu agama Islam, Yahudi dan Kristen, yang ajakan tersebut kemudian dilanjutkan kepada  pembangunan Masjid, Gereja dan Sinagog secara bersama di satu tempat seperti: di lingkungan universitas, stasiun-stasiun dan peristirahatan umum. Demikian pula dilakukan pencetakan Al-Qur’an, Taurat dan Injil dalam satu sampul dan bentuk-bentuk lainnya, termasuk muktamar-muktamar, sarasehan serta pendirian lembaga-lembaga baik di Barat maupun di Timur dalam rangka merealisasikan impian tersebut.
Setelah meneliti dan mengkaji dengan cermat pertanyaan-pertanyaan di atas, maka  Lembaga Fatwa dan Penelitian  Ilmiah Saudi Arabia menetapkan beberapa jawaban.
Berikut adalah kelanjutan dari jawaban yang telah disampaikan pada edisi sebelumnya.
9. Berdasarkan apa-apa yang telah dikemukakan sebelumnya, maka  Lembaga Fatwa dan Penelitian Saudi Arabia menyatakan:
1.     Sesungguhnya tidak dibolehkan bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah, kepada Islam, dan mempercayai Muhammad y sebagai Nabi dan Rasul, untuk mengajak orang kepada ide yang membawa dosa ini, memberikan motivasi, serta menyisipkannya di tengah-tengah kaum muslimin, lebih-lebih mendorong, menyambut, serta hadir dalam acara konferensinya dan bergabung dengan perkumpulannya.
2.     Tidak dibenarkan bagi seorang muslim untuk mencetak kitab Taurat dan Injil dalam sampul yang terpisah, lalu bagaimana halnya dengan mencetaknya bersama Al-Qur’an dalam satu sampul ? (tentu lebih tidak dibenarkan lagi. Pent), maka barangsiapa melakukan atau mengajak kepadanya sungguh ia berada dalam kesesatan yang nyata, karena dalam hal tersebut terdapat pencampur adukan antara yang benar: yaitu Al-Qur’an Al-Karim dengan kitab yang telah diselewengkan atau kebenaran yang diselewengkan (kitab Taurat dan kitab Injil).
3.   Dilarang bagi seorang muslim menyambut seruan untuk membangun Masjid, Gereja, dan Sinagog dalam satu tempat, karena dalam hal itu terdapat pengakuan terhadap agama lain, pengingkaran atas ketinggian Islam terhadap seluruh agama lainnya. Ajakan bahwa agama yang benar itu tiga, dan bagi penduduk dunia ini bebas memeluk salah satu dari ajaran-ajaran tersebut, dan sesungguhnya agama-agama itu semuanya sama, serta Islam tidak menghapus agama-agama sebelumnya, maka tiada disangkal lagi bahwa pengakuan tentang hal itu atau meyakininya atau rela denganya merupakan kekufuran dan kesesatan, karena ia bertentangan jelas dengan Al-Qur’an Al-Karim, Assunnah, dan ijma’ kaum muslimin, sekaligus menyetujui bahwa tahrif (penyimpangan) yang dilakukan oleh kaum Yahudi dan Kristen adalah datang dari Allahl. Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka sifatkan. Demikian pula tidak dibenarkan menamai gereja-gereja itu dengan sebutan rumah-rumah Allah dan menganggap penganutnya sebagai orang-orang yang menyembah Allah dengan benar yang diterima di sisi-Nya , karena ia adalah ibadah yang datang dari luar Islam. Allahl berfirman:

]وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ اْلأِسْلاَمِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلأَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ[

    Barang siapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (QS. 3:85)
Kita berlindung kepada Allahl dari kekufuran dan penyerunya. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah v dalam Majmu’ Fatawanya ( 22/162 ) : ((Bukanlah maksudnya pasar dan gereja itu rumah-rumah Allah, dan bahwa sesungguhnya rumah-rumah Allah itu masjid, bahkan pasar dan gereja adalah rumah-rumah yang Allah diingkari di dalamnya, sekalipun kadang-kadang Allah disebut tapi posisi rumah-rumah itu tergantung kepada penghuninya, sedang penghuni gereja itu adalah kafir, maka ia berarti rumah tempat ibadah orang–orang kafir)).
10. Satu hal yang harus diketahui adalah bahwa mendakwahkan (mengajak)   orang-orang kafir secara umum dan ahlul kitab secara khusus ke dalam Islam merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim, ini berdasarkan nash-nash yang jelas baik dari Al-Qur’an maupun Assunnah, akan tetapi itu tidak dilaksanakan kecuali dengan jalan memberikan keterangan dan adu argumentasi dengan cara yang baik, dan tentunya tidak melepas sedikitpun batasan-batasan dalam syariat Islam. Hal tersebut dilakukan dengan harapan agar mereka puas dan akhirnya masuk ke dalam pangkuan Islam, atau menegakkan dalil atas mereka, sehingga hancurlah orang yang berpaling dari keterangan, dan hiduplah orang yang menyambut keterangan tersebut. Allah l berfirman:

]قُلْ يَاأَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَآءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلاَّ نَعْبُدَ إِلاَّ اللهَ وَلاَ نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلاَ يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللهِ فَإِن تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ[

Katakanlah:"Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Ilah selain Allah.Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka:"Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (QS. 3:64)
     Adapun mengajak mereka untuk adu argumen dan melakukan pertemuan atau diskusi lantaran menyambut keinginan dan tujuan mereka, lalu mengkritik tali-tali (sendi-sendi) Islam dan ikatan-ikatan iman, tentunya hal ini adalah suatu kebathilan yang dibenci Allahl, Rasul-Nya, dan orang-orang mu’min. Cukuplah Allah sebagai penolong atas apa-apa yang mereka sifati/lakukan. Allahl berfirman:

]وَاحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَن بَعْضِ مَآ أَنزَلَ اللهُ إِلَيْكَ فَإِن تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ[

Dan berhati. hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (QS. 5:49)
     Maka sesungguhnya Lembaga Fatwa dan Penelitian Ilmiah Saudi Arabia menetapkan yang demikian, sebagai jawaban dan penjelasan bagi umat manusia. Lembaga berwasiat (berpesan ) kepada umat Islam secara umum, dan para ‘Alim Ulama secara khusus untuk selalu bertaqwa kepada Allah l dan mengingat-Nya dalam setiap kondisi, mempertahankan Islam, melindungi aqidah kaum muslimin dari kesesatan dan para penyerunya, juga dari kekufuran dan penganutnya. Demikian pula Lembaga memperingatkan ummat Islam untuk menjauhi dakwah kekufuran yang menyesatkan, yaitu : “PENYATUAN AGAMA-AGAMA”, dan tidak terjebak ke dalam jaringan-jaringannya. Kita mohon kepada Allahl, agar Dia melindungi setiap muslim untuk tidak menjadi penyebab timbulnya dakwah kesesatan ini masuk ke dalam negeri ummat Islam dan menyebarkannya di antara mereka.  Kita juga mohon kepada Allahl lewat nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi lagi mulia, agar melindungi kita semua dari segala kesesatan serta cobaan dan fitnah, dan menjadikan kita sebagai pelopor yang mendapatkan petunjuk, pembela Islam yang berlandaskan petunjuk kebenaran dan cahaya dari Allahl, hingga kita bertemu dengan-Nya sedang Dia ridho dengan kita.
 
Judul Asli: 
ومن يبتغ غير الإسلام دينا فلن يقبل منه
Diterjemahkan oleh : Abdurrauf AR.